Rabu, 07 April 2010

Pemikiran di Mesir Awal Abad ke 20

BAB I

PEMBAHASAN

Pembaharuan Pemikiran di Mesir Awal Abad XX

1. Muhammad Ali

Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla, Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. orang tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok dan dari kecil Muhammad Ali telah harus bekerja. Ia tak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan demikian dia tidak pandai menulis maupun membaca, meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak yang cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang militer ataupun sipil yang selalu sukses.

Setelah dewasa, Muhammad Ali Pasya bekerja sebagai pemungut pajak dan karena ia rajin bekerja jadilah ia kesenangan Gubernur dan akhirnya menjadi menantu Gubernur. Setelah kawin ia diterima menjadi anggota militer, karena keberanian dan kecakapan menjalankan tugas, ia diangkat menjadi Perwira. Pada waktu penyerangan Napoleon ke Mesir, Sultan Turki mengirim bantuan tentara ke Mesir, diantaranya adalah Muhammad Ali Pasya, bahkan dia ikut bertempur melawan Napoleon pada tahun 1801. Rakyat Mesir melihat kesuksesan Muhammad Ali dalam pembebasan mesir dari tentara Napoleon, maka rakyat mesir mengangkat Muhammad Ali sebagai wali mesir dan mengharapkan Sultan di Turki merestuinya. Pengakuan Sultan Turki atas usul rakyatnya tersebut baru mendapat persetujuannya dua tahun kemudian, setelah Turki dapat mematahkan Intervensi Inggris di Mesir.

Setelah Muhammad Ali mendapat kepercayaan rakyat dan pemerintah pusat Turki, ia menumpas musuh-musuhnya, terutama golongan mamluk yang masih berkuasa di daerah-daerah akhirnya mamluk dapat ditumpas habis. Dengan demikian Muhammad Ali menjadi penguasa tunggal di Mesir, akan tetapi lama kelamaan ia asyik dengan kekuasaannya, akhirnya ia bertindak sebagai diktator. Pada waktu Muhammad Ali meminta kepada sultan agar Syiria diserahkan kepadanya, Sultan tidak mengabulkannya. Muhammad Ali Pasya marah dan menyerang dan menguasai Syiria bahkan serangan sampai ke Turki. Muhammad ali dan keturunannya menjadi raja di Mesir lebih dari satu setengah abad lamanya memegang kekuasaan di Mesir. Terakhir adalah Raja Farouk yang telah digulingkan oleh para jenderalnya pada tahun 1953. Dengan demikian berakhirlah keturunan Muhammad Ali di Mesir.

Kalau diteliti lebih mendalam, maka terkesan bahwa Muhammad Ali walaupun tidak pandai membaca dan menulis, akan tetapi ia seorang yang cerdas, tanpa kecerdasan ia tidak akan mendapat kekuasaan dan tujuan akhirnya adalah untuk menjadi penguasa umat Islam, ia adalah seorang yang ambisius menjadi pimpinan umat Islam.

Hal-hal ini memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki Muhammad Ali sebenarnya, pengetahuan tentang soal-soal pemerintahan, militer dan perekonomian, yaitu hal-hal yang akan memperkuat kedudukannya. Ia tak ingin orang-orang yang dikirimnya ke Eropa, menyelami lebih dari apa yang perlu baginya, dan oleh karena itu mahasiswa-mahasiswa itu berada dibawah pengawasan yang ketat. Mereka tak diberi kemerdekaan bergerak di Eropa. Tetapi, dengan mengetahui bahasa-bahasa Eropa, terutama Prancis dan dengan membaca buku-buku Barat seperti karangan-karangan Voltaire, Rousseau, Montesquieu dan lain-lain, timbullah ide-ide baru mengenai Demokrasi, Parlemen, pemilihan wakil rakyat, paham pemerintahan republic, konstitusi, kemerdekaan berfikir dan sebagainya.

Pada mulanya perkenalan dengan ide-ide dan ilm-ilmu baru ini hanya terbatas bagi orang-orang yang telah ke Eropa dan yang telah tahu bahasa Barat. Kemudian faham-faham ini mulai menjalar kepada orang-orang yang tak mengerti bahasa Barat, pada permulaannya dengan perantaraan kontak mereka dengan mahasiswa-mahasiswa yang kembali dari Eropa dan kemudian dengan adanya terjemahan buku-buku Barat itu kdalam bahasa arab. Yang penting diantara bagian-bagian tersebut bagi perkembangan ide-ide Barat ialah bagian Sastra. Di tahun 1841, diterjemahkan buku mengenai sejarah Raja-raja Perancis yang antara lain mengandung keterangan tentang Revolusi Perancis. Satu buku yang serupa diterjemahkan lagi tahun 1847.

Pembaharuan yang telah dilakukan oleh Muhammad Ali di antara lain:

A. Pembaharuan Bidang Militer

Salah satu bidang yang menjadi fokus pembaruannya adalah militer. Menurut pendapatnya, melalui kekuatan militer akan dapat mengamankan kekuasaan serta upaya pembangunan. Disadari, mengembangkan kekuatan militer hanya bisa dicapai dengan penguasaan pengetahuanmodern. Terkait masalah tersebut, tahun 1819 dia mengutus seorang kolonel Prancis bernama Save yang kemudian beralih ke agama Islam dengan nama Sulaiman Pasya guna memodernisasi angkatan bersenjata Mesir.

Dibangunlah sekolah militer di Kairo serta Akademi Industri Bahari juga Sekolah Perwira Angkatan Laut di Alesandria. Selain itu, ratusan perwira Mesir dikirimnya ke Eropa untuk menimba ilmu kemiliteran.

B. Pembaharuan Bidang Ekonomi

Pembaruan pada bidang perekonomian juga menjadi perhatian serius. Beragam kegiatan dilaksanakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi negara serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sejumlah irigasi dibangun, impor kapasdari India dan Sudan, dan juga mendatangkan tenaga ahli pertanian dari Eropa. Modernisasi bidang angkutan umum dan industri menjadi fokus utama awal pemerintahan Muhammad Ali.

C. Pembaharuan Bidang Pendidikan

Pendidikan serta ilmu pengetahuan adalah pula unsur penting gerakan pembaruan Muhammad Ali di Mesir. Demi tujuan itu, dibentuklah kementerian pendidikan dan sejumlah lembaga pendidikan. Antara lain Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1827), Sekolah Apoteker (1829), Sekolah Pertambangan (1834), dan Sekolah Penerjemahan (1836).
Sekolah-sekolah tersebut telah menerapkan sistem pengajaran modern yang antara lain diadopsi dari Eropa. Demikian pula tenaga pengajarnya, selain dari Mesir sendiri, juga guru dari Eropa didatangkan. Antara tahun 1813-1849, sejumlah pelajar Mesir dikirim ke Italia, Prancis, Inggris, dan Austria.
Untuk mendukung percepatan pembangunan dan pembaruan Mesir, penerjemahan buku-buku berbahasa asing terutama dari Eropa terus dilakukan, seperti ilmu fisika, sastra, kedokteran dan lain-lain. Hasilnya pun cukup menggembirakan dan membawa pengaruh besar bagi rakyat Mesir. Mereka lebih mengenal dunia luar serta mengetahui perkembangan dunia Islam pada umumnya.

2. At-Thahthawi

Nama lengkapnya adalah Rifa’ah badhawi Rafi’ al-Thahthawi terkenal dengan sebutan Al-Thahthawi. Lahir di Tanta pada tahun 1801 H. Berasal dari keluarga miskin,sehingga keluarga Al-Thahthawi pergi ke Mesir untuk mencari penghidupan dalam bidang pertanian. Pada usia remaja al-Thahthawi hafal al-Quran dan telah mempelajaridasar-dasar hukum Islam. Pada usia 16 tahun, al-Thahthawi pergi ke Kairo untuk belajar di Universitas al-Azhar. Keadaan ekonomi yang tidak mendukung menjadikan al-Thahthawi bekerja sambilan sepulang kuliah yaitu menjadi guru privat, gaji sebagai guru privat ternyata tidak mencukupi untuk biaya kuliah. Keadaan ini memaksa ibunya menjual perhiasan untuk menambah kekuarangan biaya kuliah at-Thahthawi. Meskipun dengan susah payah at-Thahthawi akhirnya at-Thahthawi menyelesaikan pendidikan di al-azhar selama delapan tahun.

Al-Thahthawi meninggal pada hari Selasa, 27 Mei 1873 M, umurnya pada waktu itu 73 Tahun. Ribuan masyarakat mesir mengiringi jenazahnya.

Kutipan di atas memberi pelajaran bahwa kemiskinan dan kesusahan tidak membuat at-Thahthawi putus asa dalam perjuangan hidup. Meskipun serba kekurangan tetapi pendidikan tidak dilupakan. Semangat seperti ini memberi inspirasi bagi generasi sesudah al-Thahthawi untuk meniru, meneladani, atau setidaknya tidak menyerah dalam hidup walaupun dalam keadaan miskin yang mendera. Tidak itu saja, meskipun dalam kubangan kemiskinan al-Thahthawai pantanag mundur, pendidikan masih merupakan sesuatu yang harus diperjuangankan apapun kondisinya.

Pada umur 24 tahun al-Thahthawi menjadi pegawai Bina Mental dan Imam padasebuah kelompok pasukan negara Mesir yang dibangun oleh Muhammad Ali, penguasa Mesir. Pada 25 tahun al-Thahthawi dicalonkan pemerintah untuk bergabung dalam delelgasi mahasiswa Mesir ke Perancis. Pengiriman mahasiswa Mesir Ke Perancis ini adalah gelombang pertama.

Al-Thahthawi dimanfaatkan oleh Muhammad Ali untuk kepentingan pemerintah, termasuk juga untuk kemajuan bangsa Mesir secara umum. Meskipun dimanfaatkan tetapi al-Thahthawi tidak merasa dimanfaatkan, bahkan dengan keadaan tersebut al-Thahthawi mengambil hikmah dan pelajaran dari keadaan tersebut. Digunakan kesempatan itu untuk menempa diri dengan berbagai pengalaman dan ilmu pengetahuan, bukan saja untuk dirinya, tetapi juga untuk bangsa Mesir.

Hal ini dapat diketahui dengan semangat al-Tahahthawi untuk terus menempa diri, menjadi pribadi pemberontak terhadap kenyataan bangsa Mesir. Suatu saat al-Thahthawi berkata,”Kondisi negeri kita harus berubah, dan ilmu pengetahuan yang tidak kita punyai harus segera kita miliki.”

Tekad yang besar untuk membangun bangsanya menjadikan al-Thahthawi pemuda yang berbeda dengan pemuda mesir yang sebaya dengannya. Meskipun ke Perancis hanya sebagai imam tetapi al-Thahthawi tidak hanya sebagai imam salat bagi para mahasiswa, tetapi dengan kemamuan besar untuk maju al-Thahthawi melakukan hal-hal diluar tugasnya.al-Thahthawi bertekad mempelajari ilmu-ilmu bangsa perancis. Hal ini dibuktikan dengan usahanya untuk mencari guru privat bahasa Perancis yang ia gaji sendiri. Selama tiga tahun ia rela memotong gajinya sebesar 250 Piaster untuk guru privatnya.

Setelah lima tahun di Perancis al-Thahthwi kembali ke mesir sekitar akhir tahun 1831. Ia diangkat sebagai penerjemah dan guru Bahas Perancis di Institut Kedokteran Abu za’bal dengan gaji 1.2223 Piaster. Kepalasekolah, pimpinan penterjemah Undang-Undang perancis.

Dengan latar belakang pendidikannya, baik ketika di al Azhar, dengan gurunya Syekh Hasan al-Attar, pengalaman intelektualnya di perancis, buku-buku yang dibaca dan diterjemahkannya menjadikanal-Thahthwai sosok yang mumpuni dalam bidang pendidikan.

Pemikiran at-Thahthawi Tentang Pendidikan

Al-Thahthawi mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk karakter kepribadian, kecerdasan, dan menanamkan rasa patriotisme/Hubb al-wathan. Kutipan tersebut dapat dipahami bahwa tujuan pendidikan tidak sekedar membentuk siswa yang cerdas secara inteketual tetapi juga cerdas dari segi emosi dan spiritual, hal ini dapatdicermati dan dipahami dari tujuan pendidikan di atas yang tidak sekedar membentuk siswa yang cerdas, tetapi juga membentuk siswa yang matang emosi dan akhlaknya. Di sisi lain, tujuan pendidikan hendaknya tidak sekedar membentuk siswa pandai, tetapi juga membentuk siswa yang mempunyai jiwa-jiwa patriotisme, sebab tidak ada manfaatnyamempunyai siswa yang cerdas tetapi tidak mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa patriotisme terhadap negaranya sendiri. Pendidikan hendaknya tidak membentuk siswa cerdsa, tetapi berjiwa penghianat terhadap negara dan bangsa sendiri. Penulis sepakat dengan al-Thahthawi terutama dalam tujuan pendidikan. Pendidikan yag tidak ada tujuan membentuk rasa patriotisme hanya akan mempersiapkan generasi-generasi penghancur negara, generasi yang memanfaatkan bangsa dan negara untuk kepentingan sendiri.

Dalam bidang kurikulum al-Thahthawi membaginya berdasarkan jenjang pendidikan. Untuk tingkat pendidikan dasar (SD) terdiri atas: pelajaran membaca dan menulis yang bersumber dari al-Quran, ilmu nahwu, dan dasar-dasar berhitung. Sedangkan untuk tingkat sekolah menengah (SMP), terdiri atas, pendidikan jasmani beserta cabangnya, ilmu bumi, sejarah, biologi, mantiq, fisiska, kimia, manajemen, ilmu pertanian, mengarang, peradaban, bahasa asing. Untuk kurikulum tingkat atas (SMA) terdiri atas mata pelajaran kejuruan. Di antara mata pelajaran tersebut adalah kedokteran, fiqih, ilmu bumi dan sejarah.

Dari kurikulum diatas, tersirat bahwa al-Thahthawi sudah memikirkan tentang pentingnya skill bagi siswa/anak didik, sehingga ia memuat materi pelajaran kejuruan. Di sisi lain, terlihat jelasbahwa al-Thahthawi memperhataikan kebutuhan pada masa itu, kebutuhan bangsa Mesir yang masih jauh tertinggal dengan bangsa lain, sehingga perlu membuat kurikulum yang menghasilkan peserta didik yang dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi masyarakat pada saat itu. Dalam hal ini dapat di duga bahwa sebenarnya al-Thahthawi sudah mempunyai ilmu tentang pengembangan kurikulum. Yang di antaranya dalam mengembangkan kurikulum adalah memperhatikan kebutuhan masyarakat di sekitar tempat institusi pendidikan berada. Dari kurikulum di atas dapat diketahui bahwa secaratidak langsung al-Thahthawi telah membuat semacam struktur/jenjang pendidikan, yaitu pendidikan awal / SD, pendidikan menengah /SMP, kemudian pendidikan tingkat atas / SMA. Tetapi ada yang mungkin terlupa oleh al-Thahthawi yaitu pendidikan untuk anakusia dini, sepertinya hal ini terabaikan, padahal pendidikan usia dini mempunyai peran penting dalam rangka mempersiapkan anak didik menuju jenjang pendidikan lanjutan, atau setidaknya sebagai wahana untuk bersosialisasi bagi anak didik usi dini.

Sedangkan dari pola pendidikan, al-Thahthawi menawarkan pola pendidikan sebagai berikut: pendidikan yang bersifat universal. Yaitu pendidikan yang di tujukan kepada semua golongan masyarakat tanpa membedakan gender dan umur. Pendidikan yang ditujukan untuk memajukan perempuan agar mampu menggali dan memfungsikan perannya secara maksimal, apakah sebgai istri, sebagai ibubagi anak-anak, atau sebagai bagian dari masyarakat,dengan tidak melupakan kodratnya sebgai perempuan. Ketiga, pendidikan yang ditujukan untuk kepentingan bangsa. Pola pendidikan hendaknya harus membentuka anak didik yang mempunyai rasa memiliki terhadap negaranya, rasa bangga terhadap negaranya, pendidikan hendaknya di arahkan untuk membentuk peserta didik yang mau berkorban untuk bangsa dan negaranya.

Karya Ilmiah al-Thahthawi

Sebagai ilmuan al-Thahthawi mempunyai kebiasaan membaca dan menulis, di antara buku yang telah ditulisnya adalah:

1. Takhlis al Ibriz fi AkhbarBariz, buku ini menjelaskan tentang kehidupan bangsa Perancis,terutama Paris, tentang adat sitiadat,budaya, kebiasaan ilmiah, politik, demokrasi, yang inti dari tujuan penulisan buku tersebut adalah agar bangsa Mesir sadarakan ketertinggalan, sebagi perbandingan dalam segala hal, dengan harapan setelah membaca buku ini bangsa Mesir berubah paradigma.

2. Manahij al-Albabal-Misriyyat fi manahij al-Adab al-Ashriyyat,buku ini membahas tentang pembaharuan bidang ekonomi, dengan buku ini al-Thahthawiberharap bangsa Mesir termotivasi untuk mengwembangkan perekonomian berdasarkan peran dan fungsi agama.

3. al-Qoul al-Sadiq fi al-Ijtihada wa al taqlid dan Anwar al-Taufiq al-Jalil fi Akhbar Mishr wa Tautsiq Bani Ismail,kedua buku ini memuat tentang pentingnya ijtihad bagi bangsaMesir demi kemajuan bangsa mesir, hukum-hukum islam harus diinterpretasi ulang/ baru agar sesuai dengan kehidupan modern. Buku ini juga bersisi anjuran bagi para ulama agar menyadari dan mengetahui kehidupan modern, sehingga masyarakat Islam menjadi dinamis dan membuka diri dengan dunia luar, dengan batas-batas syariat/ hukum Islam.

4. al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa Banin,buku ini membahas tentang pentingnya pendidikan bagi laki-laki dan perempuan agar nantinya diharapakan keduanya nanti mampu membina keluarga yang harmonis. Buku ini juga membahas pentingnya pendidikan bagi perempuan, agarperempuan mampu mengimbangi ilmu pengetahuan, pola pikir kaum laki-laki, intinya agar perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki.

5. Manahij al al-Albabal-Mishriyyah fi Mabahij al-Adab al-Mishriyyah,buku ini membahas metode pendidikan untuk kemajuan bangsa Mesir, dalam buku ini berisi tentang anjuran kepada organisasi kemasyarakatan, masyarakat Mesir dan pemerintah mengerahkan harta dan modal hidupnya untuk kemaslahatan bangsa Mesir dan di titik beratkan dalam bidang pendidikan dan penyebaran ilmu pengetahuan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

  • Apa yang telah dilaksanakan Muhammad Ali Pasya ketika memimpin Mesir, telah mampu mewujudkan Mesir menjadi sebuah negara modern. Hingga kini, Mesir masih dipandang sebagai pusat ilmu pengetahuan di kawasan Timur Tengah.
    Keberadaan universitas terkenal Al-Azhar makin memperkokoh kedudukan Mesir dalam bidang ilmu pengetahuan Islam. Ribuan mahasiswadari berbagai negara di dunia, uetiap tahunnya menimba ilmu di sini. Semua itu salah satunya adalah berkat jasa-jasa Muhammad Ali Pasya, yang lantas dijuluki Bapak Pembangunan Mesir Modern.

Sumber

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/sejarah-pemikiran-islam/muhammad-ali-pasya

http://riwayat.wordpress.com/2008/07/11/pemikiran-pendidikan-at-thahthawi/

Tidak ada komentar: