Jumat, 04 November 2011

Pengertian, Fungsi, Manfaat, dan Urgensi Media Pembelajaran

TUGAS MAKALAH
“Pengertian, Fungsi, Manfaat, Urgensi Media Pembelajaran”


Makalah ini dibuat dalam rangka melaksanakan tugas
Mata Kuliah : Media dan Teknologi Pembelajaran
Dosen : Abd. Salam, S. Ag.







Oleh Kelompok I :
Wahyudin
Ratna Margayanti


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ATTAQWA (STAIA)
UJUNGHARAPAN BAHAGIA BABELAN BEKASI
TAHUN AKADEMIK 2011/2012





KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Dzat Allah Swt. yang telah menciptakan alam ini secara sempurna dengan segala manfaatnya, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat teriring salam kami sampaikan kepada insan pilihan sang reformis dunia yang telah menerangi dunia dengan ilmu pengetahuan yakni Nabi Muhammad Saw.
Selanjutnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan, Bapak Abd. Salam, Ag., MM.
2. Rekan mahasiswa-mahasiswi yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua, kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan kami di masa mendatang.

Ujungharapan, 11 Oktober 2011


Penyusun












DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Media Pembelajaran
B. Fungsi Media Pembelajaran
C. Manfaat Media Pembelajaran
D. Urgensi Media Pembelajaran
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran-saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan global dalam perkembangan pengetahuan dan teknologi, terutama yang berhubungan dengan sistem pendidikan di sekolah menuntut adanya perubahan sikap guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Sejak zaman dahulu ada anggapan yang salah kaprah, yaitu bahwa guru adalah orang yang paling tahu. Pendapat itu terus berkembang menjadi guru lebih dulu tahu atau pengetahuan guru hanya beda semalam dibandingkan dengan murid. Namun sekarang bukan saja pengetahuan guru sama dengan. murid, bahkan murid dapat lebih dulu tahu daripada gurunya. Ini semua dapat terjadi akibat perkembangan media informasi yang begitu cepat di sekitar lingkungan kita. Pada saat ini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Banyak contoh, murid dapat lebih dulu mendapat informasi dengan cara mengakses informasi dari media massa seperti : surat kabar, televisi, hand phone (sms/mms), bahkan internet. Sedangkan seringkali guru dengan alas an klasik “masalah ekonomi”, mereka tidak dapat mengakses informasi dengan cepat. Bagaimana guru menyikapi perkembangan ini? Setidaknya ada tiga kelompok guru dalam menyikapi hal ini, seperti tidak peduli, menunggu petunjuk, atau cepat menyesuaikan diri. Kelompok pertama yaitu guru yang tidak peduli. Seorang guru yang mempunyai rasa percaya diri berlebihan (over confidence) barangkali akan berpegang kepada anggapan bahwa sampai kapanpun posisi guru tidak akan ergantikan. Dalam setiap proses pembelajaran tetap diperlukan sentuhan manusiawi dari seorang guru. Guru dalam kelompok ini menggambarkan murid sebagai seseorang yang bersifat tergantung. Pengalaman yang dimiliki murid tidak besar nilainya. Pengalaman yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman yang diperoleh dari gurunya. Murid tetap memerlukan sentuhan psikologis dari seorang guru. Guru dalam mengajar tidak hanya mengutamakan mata pelajaran akan tetapi harus juga memperhatikan murid itu sendiri sebagai manusia yang harus dikembangkan pribadinya. Harus dipelihara keseimbangan antara perkembangan intelektual dan perkembangan psikologis.
Teknologi tidak dapat menggantikan manusia. Teknologi secanggih computer core 2 duo, DVD, internet atau apapun, tidak dapat menggantikan manusia. Bagaimanapun teknologi berkembang secara pesat, guru tetap Sebagai yang “harus digugu dan ditiru”. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa media tidak dapat menggantikan posisi guru, namun sikap tidak peduli terhadap perkembangan pengetahuan dan teknologi, bukanlah sikap yang tepat. Walaupun bagaimana, lingkungan kita terus berkembang, tuntutan masyarakat terhadap kualitas guru semakin meningkat. Guru harus peduli.
Kelompok kedua adalah yang menunggu petunjuk. Kelompok inilah yangpaling banyak ditemukan di sekolah. Mungkin ini akibat dari kebijakan system pendidikan selama ini. Guru dalam sistem pendidikan nasional dianggap sebagai “tukang” melaksanakan kurikulum yang demikian rinci dan kaku. Kurikulum sangat lengkap dengan berbagai petunjuk teknis pelaksanaannya, sehingga guru tinggal melaksanakan tanpa boleh menyimpang dari pedoman baku yang telah ditentukan. Dalam pelaksanaannya, kurikulum dilengkapi dengan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), yang kemudian oleh Tim Guru Mata Pelajaran atau MGMP dijabarkan dalam Program Tahunan, Program Semester, AMP, Satuan Pelajaran, Rencana Pelajaran atau Skenario Pelajaran, dan sebagainya, yang semuanya dibuat secara rinci, tanpa peduli kondisi sekolah yang berbeda-beda.
Kelompok ketiga guru yang cepat menyesuaikan diri. Sejalan dengan perubahan kurikulum, otonomi pendidikan dan manajemen berbasis sekolah atau berbasis kompetensi, bukan lagi saatnya bagi guru untuk selalu menunggu petunjuk. Guru adalah tenaga profesional, bukan amatir. Dengan berdasar pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran setiap guru dituntut untuk dapat mengembangkan bahan ajar bagi murid dalam suatu proses pelaksanaan pembelajaran yang berkesinambungan. Guru dituntut untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi murid, bukan sekedar pengetahuan tetapi murid-murid hendaknya mampu berpikir (kognitif), mampu menentukan sikap (affektif) dan mampu bertindak (psikomotor), sehingga nantinya menjadi manusia yang bermartabat. Oleh karena itu saran yang tepat untuk guru adalah cepat-cepatlah menyesuaikan diri. Guru perlu segera mereposisi perannya saat ini, guru tidak lagi menjadi orang yang paling tahu di kelas, namun guru harus mampu menjadi fasilitator dalam belajar. Ada banyak sumber belajar yang tersedia di lingkungan kita, apakah sumber belajar yang dirancang untuk belajar ataukah yang tidak dirancang namun dapat dimanfaatkan untuk belajar. Guru yang baik akan merasa senang kalau muridnya lebih pandai dari dirinya.
Oleh karena itu perlu adanya media pembelajaran yang pas sesuai dengan mata pelajaran yang di pegang oleh setiap guru mata pelajaran.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas kita bisa mengambil beberapa permasaalahan, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah yang dinamakan dengan media pembelajaran ?
2. Apa sajakah fungsi media pembelajaran?
3. Apa manfaat media pembelajaran?
4. Sejauh mana urgensi media pembelajaran?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari media pembelajaran
2. Mengetahui fungsi media pembelajaran
3. Mengetahui manfaat media pembelajaran
4. Mengatahui sejauh mana urgensi media pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kata media berasal dari kata medium yang secara harfiah artinya perantara atau pengantar. Banyak pakar tentang media pembelajaran yang memberikan batasan tentang pengertian media. Menurut EACT yang dikutip oleh Rohani (1997 : 2) “media adalah segala bentuk yang dipergunakan untuk proses penyaluran informasi”. Sedangkan pengertian media menurut Djamarah (1995 : 136) adalah “media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai Tujuan pembelajaran”.
Selanjutnya ditegaskan oleh Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu : “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat siswa sedemikian rupa sehingga terjadi proses belajar”.
Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
B. Fungsi Media Pembelajaran
Fungsi media, khususnya media visual juga dikemukakan oleh Levie dan Lentz, seperti yang dikutip oleh Arsyad (2002) bahwa media tersebut memiliki empat fungsi yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Dalam fungsi atensi, media visual dapat menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran. Fungsi afektif dari media visual dapat diamati dari tingkat “kenikmatan” siswa ketika belajar (membaca) teks bergambar. Dalam hal ini gambar atau simbul visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Berdasarkan temuan-temuan penelitian diungkapkan bahwa fungsi kognitif media visual melalui gambar atau lambang visual dapat mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran untuk memahami dan mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam gambar atau lambang visual tersebut. Fungsi kompensatoris media pembelajaran adalah memberikan konteks kepada siswa yang kemampuannya lemah dalam mengorganisasikan dan mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan kata lain bahwa media pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam bentuk teks (disampaikan secara verbal).
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang besar terhadap alat-alat indera. Terhadap pemahaman isi pelajaran, secara nalar dapat dikemukakan bahwa dengan penggunaan media akan lebih menjamin terjadinya pemahaman yang lebih baik pada siswa. Pebelajar yang belajar lewat mendengarkan saja akan berbeda tingkat pemahaman dan lamanya “ingatan” bertahan, dibandingkan dengan pebelajar yang belajar lewat melihat atau sekaligus mendengarkan dan melihat. Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa pebelajar ke dalam suasana rasa senang dan gembira, di mana ada keterlibatan emosianal dan mental. Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan kondisi pembelajaran yang lebih hidup, yang nantinya bermuara kepada peningkatan pemahaman pebelajar terhadap materi ajar.

C. Manfaat Media Pembelajaran
Manfaat dari penggunaan media sebagai bagian dari pengajaran di kelas adalah sebagai berikut:
1. Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku. Setiap pelajar yang melihat atau mendengar penyajian melalui media menerima pesan yang sama.
2. Pengajaran bisa lebih menarik. Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian dan membuat siswa tetap terjaga dan memperhatikan.
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik, dan penguatan.
4. Lama waktu pengajaran yang diperlukan dapat dipersingkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak dan kemungkinannya dapat diserap oleh siswa.
5. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan
6. Pengajaran dapat diberikan kapan dan dimana diinginkan.
7. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.
8. Peran guru dapat berubah kearah yang lebih positif, dalam proses belajar mengajar.
Dengan menggunakan istilah media pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992) mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka; (ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan.

D. Urgensi Media Pembelajaran
Perkembangan teknologi yang kontinu dalam dunia kerja tidak hanya mengharuskan lulusan perguruan tinggi (PT) memiliki pengetahuan yang luas akan tetapi juga memiliki keterampilan profesional yang siap digunakan di lapangan pekerjaan. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa PT secara terus-menerus perlu melakukan peningkatan kualitas lulusan agar memiliki kompetensi seperti yang diinginkan. UNESCO dalam konteks ini mengemukakan kompetensi yang perlu dimiliki oleh lulusan PT yaitu: (1) Pengetahuan yang memadai (to know), (2) Keterampilan dalam melaksanakan tugas secara profesional (to do), (3) Kemampuan untuk tampil dalam kesejawatan bidang ilmu/profesi (to be), dan (4) Kemampuan memanfaatkan bidang ilmu untuk kepentingan bersama secara etis (to live together).
Untuk pencapaian tujuan tersebut ditempuh melalui proses belajar yang efektif. Pembelajaran merupakan sebuah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari interaksi dengan lingungan sehingga terjadinya pengalaman belajar dan hasil belajar menjadi lebih bermakna (meaningful lerning). Keberhasilan pembelajaran ditandai dengan perolehan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif pada diri individu, sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Keberhasilan belajar ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya penggunaan media yang berfungsi sebagai perantara pesan-pesan pembelajaran.
Media berfungsi untuk mengarahkan siswa untuk memperoleh berbagai pengalaman belajar. Pengalaman belajar (learning experience) tergantung interaksi siswa dengan media. Media yang tepat sesuai dengan tujuan akan mampu meningkatkan pengalaman belajar yang mampu mempertinggi hasil belajar. Alasan ini sejalan dengan pendapat Edgare Dale dengan teori ”Cone Experience” yang menjadi dasar pokok penggunaan media dalam pembelajaran.















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
• Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
• Media memiliki empat fungsi yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris.
• Manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu: (i) dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik perhatian mereka; (ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan.
• Perkembangan teknologi yang kontinu dalam dunia kerja tidak hanya mengharuskan lulusan perguruan tinggi (PT) memiliki pengetahuan yang luas akan tetapi juga memiliki keterampilan profesional yang siap digunakan di lapangan pekerjaan. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa PT secara terus-menerus perlu melakukan peningkatan kualitas lulusan agar memiliki kompetensi seperti yang diinginkan. UNESCO dalam konteks ini mengemukakan kompetensi yang perlu dimiliki oleh lulusan PT yaitu: (1) Pengetahuan yang memadai (to know), (2) Keterampilan dalam melaksanakan tugas secara profesional (to do), (3) Kemampuan untuk tampil dalam kesejawatan bidang ilmu/profesi (to be), dan (4) Kemampuan memanfaatkan bidang ilmu untuk kepentingan bersama secara etis (to live together).
B. Saran-saran



























DAFTAR PUSTAKA

Sudjana, N. & Rivai, A. 1992. Media Pengajaran. Bandung: Penerbit CV. Sinar Baru Bandung.

http://rusmantp.wordpress.com/e-learning-media-pembelajaran/

http://edukasi.kompasiana.com/2009/12/18/media-pembelajaran-arti-posisi-fungsi-klasifikasi-dan-karakteristiknya/

http://gurutrenggalek.blogspot.com/2010/05/urgensi-media-pembelajaran.html

http://kiflipaputungan.wordpress.com/2010/06/27/pengertian-fungsi-dan-peranan-media-pembelajaran/

http://media-grafika.com/pengertian-media-pembelajaran

Budaya Sekolah/Madrasah

TUGAS MAKALAH
“Budaya sekolah”


Makalah ini dibuat dalam rangka melaksanakan tugas
Mata Kuliah : Manajemen Pendidikan
Dosen : Drs. H. Syafi’uddin Mehir, M. Pd.







Oleh Kelompok I :
Wahyudin
Imron Rosyadi
Susiana Shofat



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ATTAQWA (STAIA)
UJUNGHARAPAN BAHAGIA BABELAN BEKASI
TAHUN AKADEMIK 2011/2012



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Dzat Allah Swt. yang telah menciptakan alam ini secara sempurna dengan segala manfaatnya, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat teriring salam kami sampaikan kepada insan pilihan sang reformis dunia yang telah menerangi dunia dengan ilmu pengetahuan yakni Nabi Muhammad Saw.
Selanjutnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak dosen mata kuliah Manajemen Pendidikan, Bapak Drs. H. Syafi’uddin Mehir, M. Pd.
2. Rekan mahasiswa-mahasiswi yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua, kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan kami di masa mendatang.

Ujungharapan, 13 Oktober 2011


Penyusun












DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Budaya Sekolah/Madrasah 3
B. Upaya Pengembangan Budaya Sekolah/Madrasah 4
C. Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah/Madrasah 6
D. Urgensi Budaya Madrasah 7
BAB III PENUTUP 9
A. Kesimpulan 9
DAFTAR PUSTAKA 11

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya sekolah adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah atau falsafah yang menuntun kebijakan sekolah terhadap semua unsur dan komponen sekolah termasuk stakeholders pendidikan, seperti cara melaksanakan pekerjaan di sekolah serta asumsi atau kepercayaan dasar yang dianut oleh personil sekolah. Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan penuh kesadaran sebagai perilaku alami, yang dibentuk oleh lingkungan yang menciptakan pemahaman yang sama diantara seluruh unsur dan personil sekolah baik itu kepala sekolah, guru, staf, siswa dan jika perlu membentuk opini masyarakat yang sama dengan sekolah.
Perpaduan semua unsur baik siswa, guru, dan orang tua yang bekerjasama dalam menciptakan komunitas yang lebih baik melalui pendidikan yang berkualitas, serta bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, menjadikan sekolah kami unggul dan favorit di masyarakat. Keberadaannya sudah menjadi buah bibir. Para orang tua akan berusaha dengan segala cara menyekolahkan anaknya ke tempat kami walaupun dalam ujian tes tertulis, putra-putrinya tidak diterima karena terbatasnya kelas dan tempat yang ada di sekolah.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas kita bisa mengambil beberapa permasaalahan, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah yang dinamakan dengan budaya sekolah/madrasah ?
2. Apakah manfaat dari budaya sekolah/madrasah?
3. Sejauh mana budaya sekolah/madrasah itu berperan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya sekolah/ madrasah
2. Untuk mengetahui apa manfaat budaya sekolah/madrasah.
3. Mengetahui sejauh mana peran dari dari budaya sekolah.











BAB II
PEMBAHASAN

A. Budaya Madrasah
Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, pendidik/guru, petugas tenaga kependidikan/administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas.
Sebuah sekolah harus mempunyai misi menciptakan budaya sekolah yang menantang dan menyenangkan, adil, kreatif, inovatif, terintegratif, dan dedikatif terhadap pencapaian visi, menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi dalam perkembangan intelektualnya dan mempunyai karakter takwa, jujur, kreatif, mampu menjadi teladan, bekerja keras, toleran dan cakap dalam memimpin, serta menjawab tantangan akan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia yang dapat berperan dalam perkembangan iptek dan berlandaskan imtaq.
Tuntutan sekolah yang profesional membutuhkan pengelolaan yang tepat melalui pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Dengan demikian, lembaga dapat menginventarisir kekuatan-kekuatan dan kebutuhan-kebutuhannya, kelemahan, peluang, hambatan, dan tantangan yang mungkin ada.
B. Upaya Pengembangan Budaya Sekolah/Madrasah
Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini.
1. Berfokus pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah. Pengembangan budaya sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya sekolah.
2. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal. Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko. Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4. Memiliki Strategi yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.
5. Berorientasi Kinerja. Pengembangan budaya sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem Evaluasi yang Jelas. Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7. Memiliki Komitmen yang Kuat. Komitmen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.
8. Keputusan Berdasarkan Konsensus. Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
9. Sistem Imbalan yang Jelas. Pengembangan budaya sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan budaya sekolah.
10. Evaluasi diri, merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya sekolah. Halaman berikut ini dikemukakan satu contoh untuk mengukur budaya sekolah.

C. Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah/Madrasah
Beberapa manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah, diantaranya : (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.
Selain beberapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) adalah : (1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta; dan (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.

D. Urgensi Budaya Sekolah/Madrasah
Budaya sekolah/Madrasah merupakan hal yang penting dilaksanakan untuk mewujudkan sebuah sekolah/madrasah yang ingin banyak diminati oleh masyarakat. Dan penanaman nilai komitmen dalam berorganisasi termasuk sekolah/madrasah merupakan hal yang sangat penting. Dengan dimilikinya komitmen pada sebagian besar oknum yang berkaitan dengan sekolah/madrasah, maka kecepatan pertumbuhan sekolah/madrasah akan terjamin.
Sekolah/madrasah yang sudah sangat baik, dapat diketahui dengan seberapa besarnya keinginan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah/madrasah tersebut. Namun demikian sekolah harus tetap berusaha untuk selalu menjadi yang terbaik.
Pada sekolah yang sudah memiliki kondisi yang stabil dan berfokus pada kondisi internal lembaga, dapat menekankan nilai-nilai kerja sama, saling pengertian, semangat persatuan, saling memotivasi, dan membimbing. Nilai kerja sama merupakan nilai yang sangat dipentingkan dalam upaya memperbaiki kondisi internal sekolah/madrasah. Nilai kerja sama mengajarkan kepada orang-orang yang ada di sekolah/madrasah untuk tidak menang sendiri, terutama pada orang-orang yang memiliki jabatan tertentu, untuk tetap mampu menggunakan jabatannya dalam membangun tim kerja yang solid.
















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
• Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala sekolah, pendidik/guru, petugas tenaga kependidikan/administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah.
• Upaya pengembangan budaya sekolah seyogyanya mengacu kepada beberapa prinsip berikut ini. (1) Berfokus pada Visi, (2) Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal, (3) Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko, (4) Memiliki Strategi yang Jelas, (5) Berorientasi Kinerja, (6) Sistem Evaluasi yang Jelas, (7) Memiliki Komitmen yang Kuat, (8) Keputusan Berdasarkan Konsensus, (9) Sistem Imbalan yang Jelas, (10) Evaluasi Diri.
• Beberapa manfaat yang bisa diambil dari upaya pengembangan budaya sekolah, diantaranya : (1) menjamin kualitas kerja yang lebih baik; (2) membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal; (3) lebih terbuka dan transparan; (4) menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi; (4) meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan; (5) jika menemukan kesalahan akan segera dapat diperbaiki; dan (6) dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan IPTEK.
• Budaya sekolah/Madrasah merupakan hal yang penting dilaksanakan untuk mewujudkan sebuah sekolah/madrasah yang ingin banyak diminati oleh masyarakat. Dan penanaman nilai komitmen dalam berorganisasi termasuk sekolah/madrasah merupakan hal yang sangat penting. Dengan dimilikinya komitmen pada sebagian besar oknum yang berkaitan dengan sekolah/madrasah, maka kecepatan pertumbuhan sekolah/madrasah akan terjamin.





























DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin, Prof. Dr. H. MA. Manajemen Pendidikan. Pranada Media Grup. Jakarta. 2000


http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/03/04/manfaat-prinsip-dan-asas-pengembangan-budaya-sekolah/

http://education-mantap.blogspot.com/2010/07/budaya-sekolah.html

Minggu, 31 Juli 2011

KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM DAN PENGEMBANGAN SILABUS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Dzat Allah Swt. yang telah menciptakan alam ini secara sempurna dengan segala manfaatnya, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat teriring salam kami sampaikan kepada insan pilihan sang reformis dunia yang telah menerangi dunia dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak dosen mata kuliah Pengembangan Kurikulum II, Bapak Drs. Sudirman
2. Rekan mahasiswa-mahasiswi yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua, kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan kami di masa mendatang.

Ujungharapan, 4 April 2011


Penyusun














DAFTAR ISI
Cover i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Komponen-Komponen Kurikulum 3
1. Komponen Tujuan 3
2. Komponen Isi/Materi 4
3. Komponen Media 5
4. Komponen Strategi 5
5. Komponen Proses Belajar Mengajar 6
6. Komponen Evaluasi 6
B. Pengembangan Silabus 7
1. Pengertian Silabus 7
2. Prinsip Pengembangan Silabus 7
3. Pengembang Silabus 8
4. Langkah-langkah Pengembangan Silabus 9
BAB III PENUTUP 10
Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA 12
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Dzat Allah Swt. yang telah menciptakan alam ini secara sempurna dengan segala manfaatnya, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat teriring salam kami sampaikan kepada insan pilihan sang reformis dunia yang telah menerangi dunia dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak dosen mata kuliah Pengembangan Kurikulum II, Bapak Drs. Sudirman
2. Rekan mahasiswa-mahasiswi yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua, kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan kami di masa mendatang.

Ujungharapan, 4 April 2011


Penyusun














DAFTAR ISI
Cover i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Komponen-Komponen Kurikulum 3
1. Komponen Tujuan 3
2. Komponen Isi/Materi 4
3. Komponen Media 5
4. Komponen Strategi 5
5. Komponen Proses Belajar Mengajar 6
6. Komponen Evaluasi 6
B. Pengembangan Silabus 7
1. Pengertian Silabus 7
2. Prinsip Pengembangan Silabus 7
3. Pengembang Silabus 8
4. Langkah-langkah Pengembangan Silabus 9
BAB III PENUTUP 10
Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar.
Pengertian itu menunjukkan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.




BAB II
PEMBAHASAN
1. Komponen-komponen Kurikulum
Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan memiliki komponen pokok dan komponen penunujang yang saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan itu.
Komponen pokok kurikulum, meliputi;
1. Komponen Tujuan
Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di Sekolah dapt diukur dari seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum lembaga pendidikan, pasti dicantumkian tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
2. Komponen Isi/Materi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum. Kriteria itu natara lain:
a. Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
b. Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c. Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji
d. Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas
e. Isi kurikulum dapat menunjanga tercapainya tujuan pendidikan.
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran
b. Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran
c. Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Komponen Media(sarana dan prasarana)
Media merupakan sarana perantara dalam pengajaran. Media merupakan perantara untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemakaian media dalan pengajaran secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan pada peserta didik akan mempermudah peserta didik dalam menanggapi, memahami isi sajian guru dalam pengajaran.

4. Komponen Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbiungan dan mengatur kegiatan, baik yang secara \umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.

5. Komponen Proses Belajar Mengajar
Komponen ini sangat penting dalam sistem pengajaran, sebab diharapkan melalui proses belajar mengajar akan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan indicator keberhasilan pelaksanaan kurikulum.
Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif, merupakan indicator kreativitas dan efektifitas guru dalam mengajar. Dan hal tersebut dapat dicapai bila guru dapat;
a. Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.
b. Menerapkan metode mengajarnya
c. Memusatkan pada proses dan produknya
d. Memusatkan pada kompetensi yang relevan.

6. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program.
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.

2. Pengembangan Silabus PAI
1. Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.

2. Prinsip Pengembangan Silabus
Prinsip Pengembangan Silabus
a. Ilmiah
b. Relevan
c. Sistematis
d. Konsisten
e. Memadai
f. Aktual dan Kontekstual
g. Fleksibel
h. Menyeluruh

3. Pengembang Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
a. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/madrasah dan lingkungannya.
b. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/madrasah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah tersebut.
c. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.
d. Sekolah/Madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah/madrasah-madrasah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
e. Dinas Pendidikan/Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

4. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
a. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
b. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
c. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
d. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
e. Penentuan Jenis Belajar
f. Menentukan Alokasi Waktu
g. Menentukan Sumber Belajar


























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
• Kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik yang disebut komponen.
• Komponen pokok kurikulum, meliputi;
1. Komponen Tujuan
2. Komponen Isi/Materi
3. Komponen Media (Sarana dan Prasarana)
4. Komponen Strategi
5. Komponen Proses Belajar Mengajar
6. Komponen Evaluasi
• Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
• Prinsip Pengembangan Silabus
a. Ilmiah
b. Relevan
c. Sistematis
d. Konsisten
e. Memadai
f. Aktual dan Kontekstual
g. Fleksibel
h. Menyeluruh
• Langkah-langkah Pengembangan Silabus
a. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
b. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
c. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
d. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
e. Penentuan Jenis Belajar
f. Menentukan Alokasi Waktu
g. Menentukan Sumber Belajar


















DAFTAR PUSTAKA
• Buku “Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Halaman 22 BSNP, Jakarta, 2006.
• Subandijah, 1993. Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
• Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
• Nana Sudjan. Pembinaan dan pengembangan kurikulum disekolah Bandung: Sinar Baru, 1991
• http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/komponen-komponen-kurikulum.html
• http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponen-kurikulum/
• http://koir.multiply.com/journal/item/9/kurikulum
• http://whyfaqoth.blogspot.com/

MENGATASI KESULITAN DALAM BELAJAR

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Dzat Allah Swt. yang telah menciptakan alam ini secara sempurna dengan segala manfaatnya, atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat teriring salam kami sampaikan kepada insan pilihan sang reformis dunia yang telah menerangi dunia dengan ilmu pengetahuan.
Selanjutnya, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan, Bapak Abd. Salam, S. Pd. I., MM.
2. Rekan mahasiswa-mahasiswi yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan semua, kritik dan saran kami harapkan untuk perbaikan kami di masa mendatang.

Ujungharapan, 27 April 2011


Penyusun














DAFTAR ISI
Cover i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan dalam Belajar 6
a. Faktor Intern 6
b. Faktor Ekstern 7
B. Cara Mengatasi Kesulitan dalam Belajar 9
BAB III PENUTUP 16
Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17

BAB I
PENDAHULUAN
Dunia pendidikan mengartikan diagnosis kesulitan belajar sebagai segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis dan sifat kesulitan belajar. Juga mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar serta cara menetapkan dan kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif mungkin.
Dengan demikian, semua kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosa. Perlunya diadakan diagnosis belajar karena berbagai hal. Pertama, setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara maksimal, kedua; adanya perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang lingkungan masing-masing siswa. Ketiga, sistem pengajaran di sekolah seharusnya memberi kesempatan pada siswa untuk maju sesuai dengan kemampuannya. Dan, keempat, untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi oleh siswa, hendaknya guru beserta BP lebih intensif dalam menangani siswa dengan menambah pengetahuan, sikap yang terbuka dan mengasah ketrampilan dalam mengidentifikasi kesulitan belajar siswa.
Berkait dengan kegiatan diagnosis, secara garis besar dapat diklasifikasikan ragam diagnosis ada dua macam, yaitu diagnosis untuk mengerti masalah dan diagnosis yang mengklasifikasi masalah.
Diagnosa untuk mengerti masalah merupakan usaha untuk dapat lebih banyak mengerti masalah secara menyeluruh. Sedangkan diagnosis yang mengklasifikasi masalahmerupakan pengelompokan masalah sesuai ragam dan sifatnya. Ada masalah yang digolongkan kedalam masalah yang bersifat vokasional, pendidikan, keuangan, kesehatan, keluarga dan kepribadian.
Kesulitan belajar merupakan problem yang nyaris dialami oleh semua siswa. Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk menggapai hasil belajar. Kesulitan belajar mencakup pengertian yang luas dan termasuk hal-hal di bawah ini:
1. Learning Disorder adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan.
2. Learning Disabilities adalha ketidakmampuan seseorang yang mengacu pada gejala dimana anak tidak mampu tidak mampu belajar, sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
3. Learning Disfunction adalah gejala yang menunjukkan dimana proses belajar mengajar seseorang tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda sub normalitas mental, gangguan alat indera atau gangguan psikologis lainnya.
4. Underachiever adalah mengacu pada anak-anak yang memiliki potensi intelektual diatas normal tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
5. Slow Learner adalah anak yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu yang lebih banyak.
Bila diamati, ada sejumlah siswa yang mendapat kesulitan dalam mencapai
hasil belajar secara tuntas dengan variasi dua kelompok besar. Kelompok pertama merupakan sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi sudah hampir mencapainya. Siswa tersebut mendapat kesulitan dalam menetapkan penguasaan bagian-bagian yang sulit dari seluruh bahan yang harus dipelajari.
Kelompok yang lain, adalah sekelompok siswa yang belum mencapai tingkat ketuntasan yang diharapkan karena ada konsep dasar yang belum dikuasai. Bisa pula ketuntasan belajar tak bisa dicapai karena proses belajar yang sudah ditempuh tidak sesuai dengan karakteristik murid yang bersangkutan.
Jenis dan tingkat kesulitan yang dialami oleh siswa tidak sama karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara menyeluruh. Perbedaan tingkat kesulitan ini bisa disebabkan tingkat pengusaan bahan sangat rendah, konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sulit tidak dipahami, mungkin juga bagian yang sedang dan mudah tidak dapat dikuasai dengan baik.
Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang memerlukan perhatian khusus, keuletan, keteguhan, ketekunan, kerajinan dan kedisiplinan. Oleh karena itu agar proses pembelajaran yang diselenggarakan berdayaguna dan berhasil guna, maka proses pembelajaran tersebut benar-benar harus dilaksanakan dengan baik dan berdisiplin tinggi. Disiplin merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan pembelajaran dan hal ini harus dilakukan oleh semua warga yang terlibat dalam sebuah lembaga yang melakukan proses pendidikan.
Harapan yang tak pernah sirna dan selalu dituntut oleh guru adalah bagaimana bahan pelajaran itu yang disampaikan guru dapat disukai anak secara tuntas. Hal ini merupakan masalah yang cukup rumit dirasakan oleh guru, di mana anak mempunyai kepribadian yang beraneka ragam, ciri khas individu merupakan keunikannya. Mereka juga makhluk sosial dengan latar belakang yang berlainan.
Pada masa pertumbuhan anak-anak usia dini merupakan masa pertumbuhan yang positif di mana lingkungan keluarga maupun masyarakat di sekitarnya sangat mendukungnya. Kehidupan sosialnya tumbuh dan diperkaya dengan kemampuan bekerja sama juga dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya. Dalam bergaul, bekerja sama dan kegiatan bersama tidak membedakan jenis. Yang menjadi dasar adalah perhatian dan pengalaman yang sama.
Lingkungan keluarga sangatlah menentukan keberhasilan belajar. Status ekonomi, status sosial dan lingkungan keluarga ikut berperan dalam keberhasilan proses belajar. Suasana keluarga yang tenteram akan menciptakan keharmonisan keluarga. Maka dengan keharmonisan ini anak cenderung lebih giat dalam belajar, selain itu peran masyarakat pun sangat mempengaruhi dalam kegiatan belajar. Hal-hal yang menyimpang dari lingkungan masyarakat akan mudah terserap oleh individu. Dengan hal ini siswa akan membandingkan pengalaman yang ia peroleh di lingkungan sekolah dengan pengalaman yang ia dapatkan di lingkungan masyarakat.
Keberhasilan belajar siswa ditentukan oleh beberapa faktor yang menunjang terhadap keberhasilan proses belajar-mengajar tersebut. Faktor metode mengajar akan berkaitan dengan model pembelajaran yang diterangkan. Pendidikan prasekolah sangat penting artinya, bukan hanya sebagai pengisi waktu anak saja, tetapi juga untuk mempersiapkan anak di masa mendatang. Banyak para tokoh yang mengakui tentang pentingnya pendidikan prasekolah atau pendidikan anak usia dini.







BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan dalam Belajar.
Perubahan tingkah laku merupakan salah satu tujuan belajar, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar. Faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar ada 2 macam, yaitu :
a. Faktor Intern Belajar
Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam individu sendiri, misalnya kematangan, kecerdasan, motivasi dan minat.
1. Kematangan
Karena kematangan mentalnya belum matang, kita akan sukar mengajarkan konsep-konsep ilmu Filsafat kepada siswa sekolah dasar. Pemberian materi tertentu akan tercapai apabila sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu atau siswa. Oleh karena itu, baik potensi jasmani maupun rohaninya perlu dipertimbangkan lagi kematangannya.
2. Kecerdasan (IQ)
Keberhasilan individu mempelajari berbagai pengetahuan ditentukan pula oleh tingkat kecerdasannya, misalnya, suatu ilmu pengetahuan telah cukup untuk dipelajari oleh seseorang individu dalam taraf usia tertentu. Tetapi kecerdasan individu yang bersangkutan kurang mendukung, maka pengetahuan yang telah dipelajarinya tetap tidak akan dimengerti olehnya. Demikian pula dalam hal-hal yang lain, seperti dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, misalnya memasak dan membuat mainan sederhana, dalam tingkat yang sama tidak semuanya individu mampu mengerjakannya dengan baik.
3. Motivasi
Motivasipun menentukan keberhasilan belajar. Motivasi merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang datang dari luar individu yang bersangkutan, seperti peran orang tua, teman dan guru.
4. Minat
Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, sebab kalau dari dalam diri individu tidak mempunyai sedikitpun kemauan atau minat untuk belajar, maka pelajaran yang telah diterimanya hasilnya akan sia-sia. Otomatis pelajaran tersebut tidak masuk sama sekali di dalam IQ-nya.

b. Faktor Ekstern Belajar
Faktor ekstern erat kaitannya dengan faktor sosial atau lingkungan individu yang bersangkutan. Misalnya keadaan lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat , guru dan alat peraga yang dipergunakan di sekolah.
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga pun sangat menentukan keberhasilan belajar. Status ekonomi, status sosial, kebiasaan dan suasana lingkungan keluarga ikut serta mendorong terhadap keberhasilan belajar. Suasana keluarga yang tentram dan damai sangat menunjang keharmonisan hubungan keluarga. Hubungan orang tua dan anak akan dirasakan saling memperhatikan dan melengkapi. Apabila anak menemukan kesulitan belajar, dengan bijaksana dan penuh pengertian orang tuanya memberikan pandangan dan pendapatnya terhadap penyelesaian masalah belajar anaknya
2. Lingkungan Masyarakat
Peran masyarakat sangat mempengaruhi individu dalam belajar. Setiap pola masyarakat yang mungkin menyimpang dengan cara belajar di sekolah akan cepat sekali menyerap ke diri individu, karena ilmu yang didapat dari pengalamannya bergaul dengan masyarakat akan lebih mudah diserap oleh individu daripada pengalaman belajarnya di sekolah. Jadi peran masyarakat akan dapat merubah tingkah laku individu dalam proses belajar.
3. Guru
Peran guru dapat mempengaruhi belajar. Bisa dilihat dari cara guru mengajar kepada siswa, hal ini sangat menentukan dalam keberhasilan belajar. Sikap dan kepribadian guru, dasar pengetahuan dalam pendidikan, penguasaan teknik-teknik mengajar, dan kemampuan menyelami alam pikiran setiap individu siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, guru sebagai motivator, guru sebagai fasilitator, guru sebagai inovator, dan guru sebagai konduktor masalah-masalah individu siswa, perlu menjadi acuan selama proses pendidikan berlangsung.
B. Cara Mengatasi Kesulitan dalam Belajar.
Tugas pendidik atau guru adalah mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah) sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman berguna bagi hidupnya. Dengan demikian pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan mengantarkan anak survive dalam hidupnya.
Secara umum guru berarti orang yang dapat menjadi anutan serta menjadikan jalan yang baik demi kemajuan. Sejak berlakunya kurikulum 1995, pengertian guru mengalami penyempurnaan, menurut kurikulum 1995 ialah “Guru adalah perencana dan pelaksana dari sistem pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Guru adalah pihak utama yang langsung berhubungan dengan anak dalam upaya proses pembelajaran, peran guru itu tidak terlepas dari keberadaan kurikulum.
Peranan guru sangat penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran, selain sebagai nara sumber guru juga merupakan pembimbing dan pengayom bagi para murid yang ada dalam suatu kelompok belajar. Beberapa cara mengatasi kesulitan dalam belajar dapat dilakukan dengan cara belajar yang efektif dan efisien. Cara demikian merupakan problematika yang perlu mendapatkan perhatian cukup serius. Orang tua dan Guru Kelas kerap kali memberikan saran-saran kepada siswa agar rajin belajar karena rajin adalah pangkal cerdas. Orang cerdas akan mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan perkembangan zaman yang serba kompleks.
Berikut ini beberapa alternatif untuk mengatasi kesulitan dalam belajar :
1. Observasi Kelas
Pada tahap ini observasi kelas dapat membantu mengurangi kesulitan dalam tingkat pelajaran, misalnya memeriksa keadaan secara fisik bagaimana kondisi kelas dalam kegiatan belajar, cukup nyaman, segar, sehat dan hidup atau tidak. Kalau suasana kelas sangat nyaman, tenang dan sehat, maka itu semua dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih semangat lagi.
2. Pemeriksaan Alat Indera
Dalam hal ini dapat difokuskan pada tingkat kesehatan siswa khusus mengenai alat indera. Diupayakan minimal dalam sebulan sekali pihak sekolah melakukan tes atau pemeriksaan kesehatan di Puskesmas / Dokter, karena tingkat kesehatan yang baik dapat menunjang pelajaran yang baik pula. Maka dari itu, betapa pentingnya alat indera tersebut dapat menstimulasikan bahan pelajaran langsung ke diri individu.
3. Teknik Main Peran
Disini, seorang guru bisa berkunjung ke rumah seorang murid. Di sana seorang guru dapat leluasa melihat, memperhatikan murid berikut semua yang ada di sekitarnya. Di sini guru dapat langsung melakukan wawancara dengan orang tuanya mengenai kepribadian anak, keluarga, ekonomi, pekerjaan dan lain-lain. Selain itu juga, guru bisa melihat keadaan rumah, kondisi dan situasinya dengan masyarakat secara langsung.
4. Tes Diagnostik Kecakapan/Tes IQ/Psikotes
Dalam hal ini seorang guru dapat mengetahui sejauh mana IQ seseorang dapat dilihat dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan praktis dan sederhana. Dengan latihan psikotes dapat diambil beberapa nilai kepribadian siswa secara praktis dari segi dasar, logika dan privasi seseorang.
5. Menyusun Program Perbaikan
Penyusunan program hendaklah dimulai dari segi pengajar dulu. Seorang pengajar harus menjadi seorang yang konsevator, transmitor, transformator, dan organisator. Selanjutnya lengkapilah beberapa alat peraga atau alat yang lainnya yang menunjang pengajaran lebih baik, karena dengan kelengkapan-kelengkapan yang lebih kompleks, motivasi belajarpun akan dengan mudah didapat oleh para siswa.
Hendaklah semua itu disadari sepenuhnya oleh para pengajar sehingga tidak ada lagi kendala dan hambatan yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Selain itu tingkat kedisiplinan yang diterapkan di suatu sekolah dapat menunjang kebaikan dalam proses belajar. Disiplin dalam belajar akan mampu memotivasi kegiatan belajar siswa.
Alternatif lain yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah berikut ini :
a. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
b. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan adanya perbaikan.
c. Menyusun program perbaikan.
Dalam menyusun program pengajaran perbaikan diperlukan adanya ketetapan sebagai berikut :
a) Tujuan pengajaran remedial
Contoh dari tujuan pengajaran remedial yaitu siswa dapat memahami kata “tinggi”, “pendek” dan “gemuk” dalam berbagai konteks kalimat.
b) Materi pengajaran remedial
Contoh materi pengajaran remedial yaitu dengan cara lebih khusus dalam mengembangkan kalimat-kalimat yang menggunakan kata-kata seperti di atas.
c) Metode pengajaran remedial
Contoh metode pengajaran remedial yaitu dengan cara siswa mengisi dan mempelajari hal-hal yang dialami oleh siswa tersebut dalam menghadapi kesulitan belajar.
d) Alokasi waktu
Contoh alokasi waktu remedial misalnya waktunya Cuma 60 menit.
e) Teknik evaluasi pengajaran remedial
Contoh teknik evaluasi pengajaran remedial yaitu dengan menggunakan tes isian yang terdiri atas kalimat-kalimat yang harus disempurnakan, contohnya dengan menggunakan kata tinggi, kata pendek, dan kata gemuk.
Selanjutnya untuk memperluas wawasan pengetahuan mengenai alternatif-alternatif atau cara-cara pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan mempelajari buku-buku khusus mengenai bimbingan dan penyuluhan. Selain itu, guru juga sangat dianjurkan untuk mempertimbangkan penggunaan model-model mengajar tertentu yang dianggap sesuai sebagai alternatif lain atau pendukung cara memecahkan masalah kesulitan belajar siswa.
Keaktifan siswa tidak hanya dituntut dari segi fisik, tetapi juga dari segi kejiwaan. Bila hanya fisik anak yang aktif, tetapi fikiran dan mentalnya kurang aktif, maka kemungkinan besar tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini sama halnya dengan siswa tidak belajar, karena siswa tidak merasakan perubahan di dalam dirinya, padahal pada hakekatnya belajar adalah “perubahan” yang terjadi dalam diri seseorang yang telah berakhirnya melakukan aktivitas belajar.
Penerapan sikap dan pembentukan kepribadian pada diri siswa harus dioptimalkan, mengingat keberhasilan suatu proses pembelajaran bukan diukur oleh adanya penambahan dan perubahan pengetahuan serta keterampilan saja, namun nilai sikap harus terakomodasi, sebab dengan perubahan sikap akan menentukan terhadap perubahan kognitif ataupun psikomotor.
Sama halnya dengan belajar, mengajar pun pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengjar adalah proses memberikan bimbingan, bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.
Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah interaksi antara guru dengan peserta didik dan antara peserta didik dengan peserta didik lainnya, serta dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Agar proses belajar mengajar tersebut berlangsung secara efektif selain diperlukan alat peraga sebagai pelengkap yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan peserta didik diperlukan pula aturan dan tata tertib yang baku agar dalam pelaksanaannya teratur dan tidak menyimpang.
Dari hakikat proses belajar mengajar, pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka pembelajaran seyogyanya tidak atraktip melainkan harus demokrasi. Siswa harus menjadi subjek belajar, bukan hanya menjadi pendengar setia atau pencatat yang rajin, tetapi siswa harus aktif dan kreatif dalam berbagai pemecahan masalah. Dengan demikian guru harus dapat memilih dan menentukan pendekatan dan metode yang disesuaikan dengan kemampuannya, kekhasan bahan pelajaran, keadaan sarana dan keadaan siswa.



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
a) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan dalam Belajar
Faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar ada 2 macam, yaitu :
 Faktor Intern Belajar
 Kematangan,
 Kecerdasan,
 Motivasi dan
 Minat
 Faktor Ekstern
 Lingkungan
 Guru
 Sarana dan Prasarana
b) Cara untuk mengatasi kesulitan dalam belajar :
 Observasi Kelas
 Pemeriksaan Alat Indera
 Teknik Main Peran
 Tes Diagnostik Kecakapan/Tes IQ/Psikotes
 Menyusun Program Perbaikan






DAFTAR PUSTAKA

• http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=3964
• http://pgribanjarsari.wordpress.com/2010/01/10/52/
• http://pejuangcinta-ganis.blogspot.com/2010/06/faktor-yang-mempengaruhi-kesulitan.html

Selasa, 12 April 2011

Subjek Pendidikan Dalam Kajian Surat Ar-Rahman Ayat 1-4

BAB I
PENDAHULUAN

Secara filosofis, pendidikan merupakan sebuah sistem yang memiliki aspek-aspek yang saling berhubungan. Menurut A.D. Marimba (1989: 19-65), pendidikan adalah proses membimbing atau memimpin yang dilakukan secara sadar oleh pendidik untuk mengembangkan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dalam proses membimbing atau memimpin tersirat dua pihak yang saling berhubungan, yaitu pendidik dan peserta didik. Selain itu, agar usaha dalam proses tersebut dapat mencapai tujuan pendidikan, maka diperlukan landasan/dasar yang jelas serta alat dan badan/lembaga penyelenggara pendidikan. Dengan demikian, pendidikan terdiri dari beberapa aspek, yaitu: peserta didik, pendidik, dasar, tujuan, alat, dan badan/lembaga pendidikan.
Berdasarkan keterangan tersebut, pendidik merupakan salah satu bagian integral dari sistem pendidikan. Pendidik atau subyek pendidikan adalah orang yang terlibat secara langsung dan kuntinyu dalam proses pendidikan. Dalam dunia pendidikan, yang lazim disebut pendidik adalah orang tua, guru, dan para pemimpin masyarakat atau orang-orang yang telah dewasa. Orang tua berperan sebagai pendidik di lingkungan rumah tangga, guru berperan sebagai pendidik di sekolah, sedangkan yang lainnya dapat memainkan peran sebagai pendidik di lingkungan sosial. Walaupun peranan para pendidik ini berbeda tempatnya, tidak berarti mereka bekerja sendiri- sendiri. Semuanya harus dapat memainkan perannya masing-masing secara bertanggung jawab dalam kerangka kerjasama yang harmonis dan saling mendukung agar peserta didik memiliki kepribadian yang utama.
Pendidikan adalah sebuah proses tranfermasi dan internalisasi ilmu, dari pendidik kepada peserta didik dengan cita-cita mewujudkan “Insan Kamil”, manusia sempurna.
Dalam kitab suci Al-Qur’an, Allah memberikan informasi kepada manusia tentang bagaimana atau apa saja yang perlu dipersiapkan dalam proses pendidikan tersebut, salah satunya dalam surat ar Rahman berikut.

BAB II
PEMBAHASAN
Subjek Pendidikan Menurut Surat Ar-Rahman Ayat 1 - 4
Ar-Rahman ayat 1-4

(3) الرَّØ­ْÙ…َÙ†ُ(1)عَÙ„َّÙ…َ الْÙ‚ُرْØ¢َÙ†َ(2)Ø®َÙ„َÙ‚َ الْØ¥ِÙ†ْسَانَ
عَÙ„َّÙ…َÙ‡ُ الْبَÙŠَانَ(4)
1. (Rabb) Yang Maha Pemurah,
2. Yang telab mengajarkan al Qur'an.
3. Dia menciptakan manusia
4. Mengajarnya pandai berbicara /AI-Bayan

Penjelasan
1. Arrahman
Ar Rahman adalah salah satu dari sekian banyak sifat Allah, yang mengandung makna pengasih kepada seluruh makhluknya didunia tanpa terkecuali, baik makhluk yang taat ataupun yang mengingkarinya, bahkan kepada iblispun Allah masih “sayang”.
Ayat pertama ini kaitannya dengan pendidikan adalah seorang pendidik atau guru harus mempersiapkan dirinya dengan sifat rahman, yaitu mempunyai sifat kasih sayang kepada seluruh peserta didik atau murid tanpa pandang bulu, baik kepada murid yang pintar, bodoh, rajin, malas, baik ataupun nakal. Ilmu yang ditransfer dan diterapkan dengan dasar kasih sayang akan besar efeknya kepada murid, terutama dalam penyerapan ilmu yang ditransfer dan diinternalisasikan.
Allah adalah dzat yang Maha Mendidik. Dalam surat ini digunakan kata ar-Rahman salah satu asma` al-Husna yang berarti Maha pemurah. Al-Qur'an adalah firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad SAW.
Dimulainya surah ini dengan kata ar-Rahman bertujuan mengundang rasa ingin tahu mereka dengan harapan akan tergugah untuk mengakui nikmat-nikmat dan beriman kepada Allah.
Allah ar-Rahman yang mengajarkan al-Qur’an itu ialah yang menciptakan manusia, makhluk yang paling membutuhkan tuntunannya.
2. ‘Allamal Qur’an
Mengajarkan Qur’an. Ini menunjukan bahwa seorang guru harus terlebih dahulu mempersiapkan Qur’an, dalam konteks ini qur’an diterjemahkan dengan materi pelajaran, sebelum guru berada dihadapan siswa. guru harus terlebih dahulu mempersiapkan dalam artian menguasai, memahami materi yang akan disampaikan kepada siswa. sehingga seorang guru dapat maksimal mentransfer ilmunya kepada siswa.
3. Khalaqal Insan
Menciptakan Manusia.Menilik tujuan utama dari pendidikan adalah mencetak manusia yang sempurna, yang berpengetahuan, berakhlak dan beradab. tentu tidak ada manusia yang sempurna, namun berusaha menjadi manusia yang sempurana adalah suatu kewajiban. Seorang guru apapun materi yang ia ajarkan hendaknya mengarahkan siswanya menjadi manusia yang berpengetahuan, beradab dan bermartabat yang berujung kepada ketaqwaan kepada Yang Maha Esa. bukan hanya mengarahkan pada aspek prestasi saja.

4. ‘Allamahul Bayan
Mengajarkan Dengan Jelas. Ayat ini kaitannya dengan proses pendidikan adalah seorang guru apapun pelajaran yang disampaikan, sampaikanlah dengan sejelas-jelasnya, sampai pada tahap seorang siswa benar-benar faham. jangan sampai seorang siswa belum betul-betul faham pada materi yang diajarkan sudah pindah kemateri yang lain. banyak kasus di negeri ini, demi mengejar target pencapaian kurikulum,prinsip memberi kefahaman diabaikan, efeknya kita tahu semua.
Al-Qur'an adalah firman-firman Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan lafal dan maknanya yang beribadah siapa yang membacanya, menjadi bukti kebenaran mukjizat Nabi Muhammad SAW. Kata al-Qur'an dapat dipahami sebagai keseluruhan ayat-ayatnya yang enam ribu lebih itu, dan dapat juga digunakan untuk menunjuk walau satu ayat saja bagian dari satu ayat. Kata al-Insan disini mencakup semua jenis manusia, sejak Adam as. Hingga akhir zaman. AI-Bayan berarti jelas. Namun ia tidak terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka.
AI-Bayan berarti jelas. Namun ia tidak terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni dan raut muka.






BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa keterkaitan surat Ar-Rahman ayat 1-4 dengan Subjek Pendidikan sebagai berikut:
1. Kata ar-Rahman menunjukkan bahwa sifat-sifat pendidik adalah murah hati, penyayang dan lemah lembut, santun dan berakhlak mulia kepada anak didiknya dan siapa saja (Kompetensi Personal)
2. Seorang guru hendaknya memiliki kompetensi paedagogis yang baik sebagaimana Allah mengajarkan al-Quran kepada Nabi-NYA.
3. Al-Quran menunjukkan sebagai materi yang diberikan kepada anak didik adalah kebenaran/ilmu dari Allah (Kompetensi Profesional)
4. Keberhasilan pendidik adalah ketika anak didik mampu menerima dan mengembangkan ilmu yang diberikan, sehingga anak didik menjadi generasi yang memiliki kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual, sebagaimana penjelasan AI-Bayan.







DAFTAR PUSTAKA
• http://munzaro.blogspot.com/2010/06/kajian-tentang-ayat-ayat-pendidikan.html
• http://thejargon.multiply.com/reviews/item/33
• http://www.scribd.com/doc/39328156/SUBYEK-PENDIDIKAN
• http://filsafat.kompasiana.com/2010/01/06/pendidikan-ala-surat-ar-rahman-ayat-1-4/

Kamis, 07 April 2011

Aliran Qodariyah

BAB I
PENDAHULUAN

Setelah Nabi Muhammad SAW. wafat, umat Islam berusaha menegakkan sunah dalam keputusan-keputusan hukum dan aqidah. Akibat munculnya sutuasi baru sebagai dampak ekspansi wilayah Islam, maka muncul pula kebutuhan akan keputusan-keputusan terhadap hal-hal yang belum ada ketentuan sunah atasnya dan perlunya bimbingan ke arah masa depan. Kondisi ini melatarbelakangi timbulnya beberapa permasalahan baru yang melahirkan cara pandang dan pendapat yang berbeda-beda. Satu diantara permasalahan tersebut adalah perihal status orang mukmin yang berdosa besar. Khawarij dalam permasalahan ini menetapkan bahwa pelaku dosa besar secara mutlak terlepas dari status sebagai mukmin, sedangkan Murji'ah menyerahkan permasalahan ini kepada kebijaksanaan Allah SWT. untuk diputuskan pada hari akhir. Selain itu permasalahan pertanggungjawaban dosa ini mendorong timbulnya aliran Qodariyah yang menegaskan bahwa manusia memiliki kebebasan absolut. Manusia merupakan pencipta atas perbuatannya dan sepenuhnya akan bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.












BAB II
PEMBAHASAN
Aliran Qodariyah
A. Pengertian Qodariyah
Pengertian Qadariyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang bemakna kemampuan dan kekuatan. Adapun secara termenologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbutan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia menusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.

B. Sejarah Qodariyah
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah.

C. Ajaran-ajaran Qodariyah
• Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan mendukung paham itu
a. QS al-Kahfi: 29

“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".

b. QS. Ar-Ra’d ayat 11


“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri.”
• Dalam memahami ayat-ayat Al-Quran, Kaum Qodariyah banyak menggunakan takwil. Faham seperti ini juga di kemudian hari dikembangkan oleh Muktazilah. Karena lebih banyak berorientasi pada rasio, maka Qodariyah cenderung tidak banyak menggunakan hadits.
• Mengingkari eksistensi sifat Tuhan dengan tujuan agar kemahaesaan Tuhan tetap terpelihara secara murni.
• Di dalam bidang politik, para penganut aliran Qodariyah memandang bahwa jabatan khalifah boleh saja dipegang oleh orang-orang di luar suku quraisy dan kekhalifahannya sah menurut syariat.








BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
• Qodariyah adalah aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Allah.
• Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
• Qadariyah berpendapat bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Hal ini didasarkan dengan dalil :
a. QS al-Kahfi: 29


“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".


b. QS. Ar-Ra’d ayat 11


“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri.”


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihan. Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2006

Asmuni, Yusran. Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

Hadariansyah, AB, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam, Banjarmasin: Antasari Press, 2008

Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI-Press, 1986

http://ahmad-mubarak.blogspot.com/2008/09/ilmu-kalam.html

Komponen dan Pengembangan Kurikulum

BAB I
PENDAHULUAN
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dewasa ini. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Istilah kurikulum berasal dari bahas latin, yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dengan menempuh suatu kurikulum, siswa dapat memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah pada hakikatnya merupakan suatu bukti , bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ketempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Di Indonesia istilah “kurikulum” boleh dikatakan baru menjadi populer sejak tahun lima puluhan, yang dipopulerkan oleh mereka yang memperoleh pendidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang di luar pendidikan. Sebelumnya yang lazim digunakan adalah “rencana pelajaran” pada hakikatnya kurikulum sama sama artinya dengan rencana pelajaran.
Beberapa tafsiran lainnya dikemukakan sebagai berikut ini.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran. Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Mata ajaran tersebut mengisis materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain, sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. Itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah, dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar. Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar.
Pengertian itu menunjukkan, bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas. Tidak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.




BAB II
PEMBAHASAN
1. Komponen-komponen Kurikulum
Fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik. Bagian-bagian ini disebut komponen. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan memiliki komponen pokok dan komponen penunujang yang saling berkaitan, berinteraksi dalam rangka dukungannya untuk mencapai tujuan itu.
Komponen pokok kurikulum, meliputi;
1. Komponen Tujuan
Kurikulum merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di Sekolah dapt diukur dari seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum lembaga pendidikan, pasti dicantumkian tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
a. Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
b. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
c. Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan pendidikan.
2. Komponen Isi/Materi
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi tersebut. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang maupun jalur pendidikan yang ada.
Kriteria yang dapat membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum. Kriteria itu natara lain:
a. Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan siswa.
b. Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c. Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji
d. Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas
e. Isi kurikulum dapat menunjanga tercapainya tujuan pendidikan.
Materi kurikulum pada hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran
b. Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran
c. Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Komponen Media(sarana dan prasarana)
Media merupakan sarana perantara dalam pengajaran. Media merupakan perantara untuk menjabarkan isi kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pemakaian media dalan pengajaran secara tepat terhadap pokok bahasan yang disajikan pada peserta didik akan mempermudah peserta didik dalam menanggapi, memahami isi sajian guru dalam pengajaran.

4. Komponen Strategi
Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbiungan dan mengatur kegiatan, baik yang secara \umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.

5. Komponen Proses Belajar Mengajar
Komponen ini sangat penting dalam sistem pengajaran, sebab diharapkan melalui proses belajar mengajar akan terjadi perubahan-perubahan tingkah laku pada diri peserta didik. Keberhasilan pelaksanaan proses belajar mengajar merupakan indicator keberhasilan pelaksanaan kurikulum.
Kemampuan guru dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif, merupakan indicator kreativitas dan efektifitas guru dalam mengajar. Dan hal tersebut dapat dicapai bila guru dapat;
a. Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.
b. Menerapkan metode mengajarnya
c. Memusatkan pada proses dan produknya
d. Memusatkan pada kompetensi yang relevan.

6. Komponen Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi tidak hanya terbatas pada efektivitas saja, namun juga relevansi, efisiensi, kelaikan (feasibility) program.
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.
Hasil – hasil evaluasi kurikulum juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik, memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya.

2. Pengembangan Silabus PAI
1. Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.

2. Prinsip Pengembangan Silabus
Prinsip Pengembangan Silabus
a. Ilmiah
b. Relevan
c. Sistematis
d. Konsisten
e. Memadai
f. Aktual dan Kontekstual
g. Fleksibel
h. Menyeluruh

3. Pengembang Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah/madrasah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) pada atau Pusat Kegiatan Guru (PKG), dan Dinas Pendidikan.
a. Disusun secara mandiri oleh guru apabila guru yang bersangkutan mampu mengenali karakteristik peserta didik, kondisi sekolah/madrasah dan lingkungannya.
b. Apabila guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah/madrasah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah/madrasah tersebut.
c. Di SD/MI semua guru kelas, dari kelas I sampai dengan kelas VI, menyusun silabus secara bersama. Di SMP/MTs untuk mata pelajaran IPA dan IPS terpadu disusun secara bersama oleh guru yang terkait.
d. Sekolah/Madrasah yang belum mampu mengembangkan silabus secara mandiri, sebaiknya bergabung dengan sekolah-sekolah/madrasah-madrasah lain melalui forum MGMP/PKG untuk bersama-sama mengembangkan silabus yang akan digunakan oleh sekolah-sekolah/madrasah-madrasah dalam lingkup MGMP/PKG setempat.
e. Dinas Pendidikan/Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru berpengalaman di bidangnya masing-masing.

4. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
a. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
b. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
c. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
d. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
e. Penentuan Jenis Belajar
f. Menentukan Alokasi Waktu
g. Menentukan Sumber Belajar


























BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
• Kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya secara baik yang disebut komponen.
• Komponen pokok kurikulum, meliputi;
1. Komponen Tujuan
2. Komponen Isi/Materi
3. Komponen Media (Sarana dan Prasarana)
4. Komponen Strategi
5. Komponen Proses Belajar Mengajar
6. Komponen Evaluasi
• Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar.
• Prinsip Pengembangan Silabus
a. Ilmiah
b. Relevan
c. Sistematis
d. Konsisten
e. Memadai
f. Aktual dan Kontekstual
g. Fleksibel
h. Menyeluruh
• Langkah-langkah Pengembangan Silabus
a. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
b. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
c. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
d. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
e. Penentuan Jenis Belajar
f. Menentukan Alokasi Waktu
g. Menentukan Sumber Belajar


















DAFTAR PUSTAKA
• Buku “Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan” Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Halaman 22 BSNP, Jakarta, 2006.
• Subandijah, 1993. Pengembangan Dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
• Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
• Nana Sudjan. Pembinaan dan pengembangan kurikulum disekolah Bandung: Sinar Baru, 1991
• http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/komponen-komponen-kurikulum.html
• http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/komponen-komponen-kurikulum/
• http://koir.multiply.com/journal/item/9/kurikulum
• http://whyfaqoth.blogspot.com/

Kamis, 31 Maret 2011

Langkah Perencanaan dan Perumusan Kriterium

BAB I
PENDAHULUAN
Pekerjaan mengevaluasi mempunyai prosedur tersendiri meskipun perlu untuk ditekankan, bahwa pekerjaan mengevaluasi itu lebih tepat untuk dipandang sebagai suatu proses yang kontinu. Suatu proses yang tidak terputus-putus, tetapi ada gunanya juga mengetahui prosedur apa sajakah yang merupakan titik-titik penghubung dari proses yang bersifat kontinu tadi.
Pengetahuan tentang prosedur ini ditambah dengan pengetahuan tentang fungsi dalam keseluruhan proses evaluasi akan memungkinkan kita memperoleh gambaran yang cukup jelas tentang sistematika pekerjaan evaluasi pada umumnya. Dan kalau bayangan tentang sistematik rangka pekerjaan evaluasi ini sudah ada pada kita, akan lebih memudahkan bagi kita untuk membangunkan suatu sistem evaluasi yang dapat dipertanggungjawabkan dalam suatu lingkungan pendidikan tertentu ataupun untuk menilai, apalagi perlu merevisi sistem evaluasi yang telah berlaku dalam suatu lingkungan pendidikan tertentu.
Secara umum langkah-langkah pokok evaluasi pendidikan meliputi tiga kegiatan utama yaitu:
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Pengolahan hasil
Ketiga langkah tersebut dapat dijabarkan dalam langkah-langkah yang lebih operasional meliputi:
1. Perencanaan dan perumusan kriterium
2. Pengumpulan data
3. Verifikasi data
4. Pengolahan data
5. Penafsiran data












BAB II
PEMBAHASAN
A. Langkah Perencanaan dan Perumusan Kriterium
Merencanakan pada dasarnya menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa depan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengatur berbagai sumber daya agar hasil yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan.
Perencanaan adalah proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu seefisien dan seefektif mungkin.
Dalam langkah perencanaan dan perumusan kriterium hal-hal yang dilakukan mencakup:
a) perumusan tujuan evaluasi
b) penetapan aspek-aspek yang akan diukur
c) menetapkan metode dan bentuk tes
d) merencanakan waktu evaluasi
e) melakukan uji coba tes untuk mengukur validitas dan reabilitasnya sebelum digunakan.
Dalam langkah perencanaan ini perlu kita lakukan segenap langkah pendahuluan yang dapat kita temukan, misalnya: penyusunan jadwal untuk waktu-waktu pengumpulan data, mempersiapkan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data, menentukan jenis-jenis data yang harus dikumpulkan, menentukan jenis-jenis pengolahan data yang akan dikerjakan dll.
Sukses yang akan dicapai oleh suatu program evaluasi telah turut ditentukan oleh memadai atau tidaknya langkah-langkah yang dilaksanakan dalam perencanaan ini. Yang dapat kita lakukan dalam taraf perencanaan ini ialah soal-soal yang berhubungan dengan pertanyaan untuk evaluasi yang akan dipergunakan kemudian. Yang paling penting kita lakukan dalam taraf perencanaan ini ialah berapa kalikah dalam satu tahun kita harus mengadakan evaluasi.
Untuk mengambil keputusan mengenai soal tersebut pertimbangan yang harus kita utamakan ialah kelengkapan gambaran tentang pertumbuhan para siswa dalam kecakapan yang kita ajarkan. Artinya jumlah yang akan kita tetapkan mengenai evaluasi yang akan kita adakan dalam jangka waktu satu tahun itu kita hubungkan dengan tujuan memperoleh gambaran yang lengkap mengenai kemajuan yang akan dicapai oleh para siswa selama jangka waktu setahun itu pula. Kalau pertumbuhan yang akan dicapai oleh para siswa kita tadi dapat kita bayangkan sebagai suatu pertumbuhan yang terdiri dari empat fase misalnya, maka ada baiknya untuk mengadakan empat kali evaluasi selama jangka waktu satu tahun tadi.
B. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang keadaan obyek dengan menggunakan alat yang telah diuji cobakan. Untuk mengumpulkan data dapat menggunakan metode tes tulis, tes lisan, dan tes tindakan yang akan dibicarakan tersendiri.
Langkah-langkah pengumpulan data:
1. Menentukan data apa saja yang kita butuhkan untuk melakukan tugas evaluasi yang kita hadapi dengan baik, penentuan data yang harus dikumpulkan untuk keperluan tugas evaluasi ini berhubungan erat dengan rumusan tentang tugas kita dalam suatu usaha pendidikan. Rumusan tentang tugas kita sebagai seorang pengajar dalam suatu usaha pendidikan menghasilkan suatu ketentuan-ketentuan tentang tujuan yang harus kita capai dengan materi yang kita ajarkan. Adapun rumusan tentang tujuan yang harus kita capai untuk menentukan aspek-aspek manakah dari seluruh pertumbuhan seorang anak, maupun sekelompok siswa terutama harus kita perhatikan dan manakah serta sampai ke tarap manakah pertumbuhan aspek-aspek ini kita arahkan.
2. Menentukan cara-cara yang harus kita tempuh untuk memperoleh setiap jenis data yang kita butuhkan. Adapun dalam pemilihan cara yang akan kita tempuh untuk memperoleh suatu data biasanya ditentukan oleh teori atau pandangan yang kita atur secara standar atau tidak.
3. Pemilihan alat yang akan kita pergunakan dalam pengumpulan data. Biasanya pengetahuan mengenai alat-alat yang telah tersedia akan merupakan suatu pegangan yang sangat berguna dalam pengumpulan data.
C. Verifikasi Data
Penelitian data atau verifikasi data maksudnya ialah untuk memisahkan data yang “baik” yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan kita peroleh mengenai individu atau sekelompok individu yang sedang kita evaluasi, dari data yang kurang baik yang hanya akan merusak atau mengaburkan gambaran yang akan kita peroleh apabila turut kita olah juga.
Pada langkah ini data yang terutama membutuhkan verifikasi ialah data yang kita terima dari pihak lain mengenai orang yang sedang dievaluasi jadi bukan data yang kita peroleh sebagai hasil observasi kita sendiri tehadap orang sedang dievaluasi tadi. Pernyataan ini tentu saja tidak berarti bahwa setiap data yang kita kumpulkan sendiri dapat dianggap sebagai data yang sudah pasti terjamin “kebaikannya”. Tentu saja kemungkinan selalu ada bahwa data yang kita peroleh sebagai hasil dari pemeriksaan langsung terhadap orang yang dievaluasi yang kita sebut data yang berasal dari sumber pertama mengandung pula kesalahan-kesalahan. Banyaknya faktor yang dapat menyebabkan masuknya data yang mengandung kesalahan-kesalahan ini.
Tetapi oleh karena itu selalu menyadari baik-buruknya setiap data yang kita pergunakan untuk memperoleh data langsung dari otak yang bersangkutan tadi, karena dalam evaluasi yang baik, kita selalu berusaha untuk hanya mempergunakan alat-alat yang sebaik-baiknya yang tersedia bagi kita. Oleh karena kita telah mempergunakan cara-cara pencatatan yang baik biasanya dengan telah dilakukannya berbagai langkah pencegahan semacam ini kita pun dapat merasa cukup pasti “akan kebaikan” atau “kebersihan” data yang langsung kita peroleh dari sumber pertama tadi.
Tetapi tidaklah demikian halnya dengan data yang kita peroleh dari sumber kedua atau sumber ketiga, yaitu data yang kita peroleh tentang seseorang atau sekelompok orang melalui orang lain yang langsung mengenai orang yang kita evaluai tadi. Dalam hal semacam ini banyaklah hal yang tidak kita ketahui tentang kebaikan atau kebenaran data yang diberikan kepada kita.
Dari uraian diatas dapat diduga bahwa panjang-pendeknya suatu langkah penelitian terhadap sekumpulan data ditentukan oleh berbagai faktor. Ada kalanya proses penelitian itu berlangsung sebentar saja.
D. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk menjadikan data lebih bermakna, sehingga dengan data itu orang dapat memperoleh beberapa gambaran yang lebih lengkap tentang keadaan peserta didik.
Jadi hal ini berarti bahwa tanpa kita olah, dan diatur lebih dulu data itu sebenarnya tidak dapat menceritakan suatu apa pun kepada kita. Makna yang sebenar-benarnya baru akan kita peroleh keterangan-keterangan yang datang dari berbagai pihak kita adakan pengolahan dalam pengolahan dalam arti kata kita gabungkan, kita satu-satukan yang akan kita anyam seolah-olah kita kombinasikan barulah akan kita peroleh gambaran data tersebut yang akan kita ketahui maknanya.
Fungsi pengolahan data yang telah disajikan hingga sekarang ini, jelaslah fungsi pengolahan data dalam proses evaluasi yang perlu disadari benar-benar pada taraf pembicaraan sekarang ini ialah bahwa untuk memperoleh gambaran yang selengkap-lengkapnya tentang diri orang yang sedang dievaluasikan, langkah pengolahan data ini merupakan keharusan.
E. Penafsiran Data
Langkah ini merupakan verbalisasi atau pemberian makna dari data yang telah diolah, sehingga tidak akan terjadi penafsiran yang overstatement maupun penafsiran understatement.
Kalau kita perhatikan segenap uraian yang telah disajikan mengenai langkah data tadi akan segera tampak bahwa memisahkan langkah penafsiran dari langkah pengolahan sebenarnya merupakan suatu pemisahan yang terlalu dibuat-buat. Memang dalam praktek kedua langkah ini tidak dipisah-pisahkan kalau kita melakukan suatu pengolahan terhadap sekumpulan data, dengan sendirinya kita akan memperoleh “tafsir” makna data yang kita hadapi. Sering terasa pada kita bahwa sesuatu telah terumuskan dengan jelas dalam pikiran kita tetapi kita tidak berhasil juga menemukan kata-kata yang dapat untuk isi pikiran tadi. Dalam situasi-situasi tertentu sering kita dapat lari ke suatu bahasa asing yang telah berhasil menciptakan lambang atau kata, terutama itu untuk isi pikiran semacam itu tetapi dalam situasi yang lain lagi berbahasa maupun kita hendak melarikan diri tetapi tidak dapat kita temukan kata-kata yang tepat. Dalam situasi yang terakhir ini kita mendapatkan diri kita dalam suatu keadaan oleh pikiran yang tertekan. Kalau hal yang tak terkatakan tadi sering muncul dalam pikiran kita, kita pun akan berusaha sekeras-kerasnya untuk menemukan kata yang tepat dan lahirlah sebagai hasil usaha semacam itu “kata-kata baru” istilah-istilah baru.
Introduksi di atas disajikan di sini untuk sekedar meminta perhatian pembaca terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin terjadi dalam rumusan tafsiran yang dapat diberikan terhadap sekumpulan data yang telah diolah.












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.
 Merencanakan pada dasarnya menentukan kegiatan yang hendak dilakukan pada masa depan.
 Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang keadaan obyek dengan menggunakan alat yang telah diuji cobakan.
 Penelitian data atau verifikasi data maksudnya ialah untuk memisahkan data yang “baik” yang akan dapat memperjelas gambaran yang akan kita peroleh mengenai individu atau sekelompok individu yang sedang kita evaluasi.
 Pengolahan data dilakukan untuk menjadikan data lebih bermakna, sehingga dengan data itu orang dapat memperoleh beberapa gambaran yang lebih lengkap tentang keadaan peserta didik.










DAFTAR PUSTAKA
• http://sofwanhadi.wordpress.com/2010/01/31/langkah-langkah-pelaksanaan-dalam-evaluasi-pembelajaran-pai/
• http://jackbana.blogspot.com/
• http://ahmadfaisal2.blogspot.com