Senin, 23 April 2012

Anarkisme Epistimologi

BAB I PENDAHULUAN Seperti yang kita ketahui definisi filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Pada makalah ini, kami akan berusaha menyajikan sebuah tulisan yang berisi pemikiran dari seorang tokoh filsafat yang terkenal dengan “Anarkisme Epistimologi”nya yaitu Paul Karl Feyerebend. Paul Karl Feyerabend lahir pada tahun 1924 di Wina, Austria. Tahun 1945 belajar seni suara, teater, dan sejarah teater pada Institute for Production of Theater, The Methodological Reform The German Theater di Weimar. Memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang fisika dari Wina University dan kemudian mengajar di California University. Tahun 1953 menjadi pengajar di Bristol dan tahun-tahun berikutnya mengajar estetika, sejarah ilmu pengetahuan dan filsafat di Austria, Jerman, Inggris, Selandia Baru dan Amerika Serikat. Tahun 1958. menjadi guru besar di Universitas California di Berkeley hingga wafat pada tahun 1994. BAB II PEMBAHASAN A. Biografi Paul Karl Feyerebend Paul Karl Feyerabend lahir pada tahun 1924 di Wina, Austria. Tahun 1945 belajar seni suara, teater, dan sejarah teater pada Institute for Production of Theater, The Methodological Reform The German Theater di Weimar. Memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang fisika dari Wina University dan kemudian mengajar di California University. Tahun 1953 menjadi pengajar di Bristol dan tahun-tahun berikutnya mengajar estetika, sejarah ilmu pengetahuan dan filsafat di Austria, Jerman, Inggris, Selandia Baru dan Amerika Serikat. Tahun 1958 menjadi guru besar di Universitas California di Berkeley hingga wafat pada tahun 1994. Awalnya ia banyak dikenal sebagai seorang rasionalis. Ia percaya terhadap keunggulan ilmu pengetahuan yang memiliki hukum-hukum universal, berlaku dalam segala tindakan dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Keyakinan rasionalitas tersebut tampak dari kiprahnya pada masa itu dalam Himpunan Penyelamatan Fisika Teoritis (A Club for Salvation of Theoritical Physics). Keanggotaannya dalam kelompok tersebut melibatkannya dengan eksperimen-eksperimen ilmu alam dan sejarah perkembangan ilmu fisika. Dari sana ia melihat hubungan yang sesungguhnya antara eksperimen dan teori, dimana relasi itu tidak sesederhana apa yang dibayangkan dan dijelaskan. Ia kemudian menyatakan diri sebagai seorang “anarkis” yang menentang penyelidikan terhadap aturan-aturan penggantian teori dan pembangunan kembali pemikiran rasional dari kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan. Gagasan tentang “apa saja boleh” dan sasaran dari kreativitas dalam ilmu pengetahuan adalah sebuah bentuk pengembangbiakan teori-teori. Terjadinya perubahan pemikiran Paul Karl Feyerabend setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor penting. Yaitu karena adanya perkembangan baru dalam ilmu fisika, terutama fisika kuantum yang telah menolak beberapa patokan dasar fisika dengan prinsip-prinsip positivisme yang ketika itu dianggap modern (Newtonian). Selain itu juga sambutan dari para fisikawan/ filsuf terhadap teori mekanika kuantum yang dianggap sebagai dukungan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Gagasan Popper, Thomas S. Kuhn, dan terutama Imre Lakatos sangat mempengaruhi pemikiran filsafatnya. Dalam bunga rampainya, salah satu tulisan yang berjudul “How to Defend Society Against Science” Feyerabend menegaskan motivasi utamanya untuk membebaskan atau setidaknya meminimalisir ideologi dalam berpengetahuan. Menurutnya ideologi harus dalam perspektif karena terkadang ia memiliki muatan dan kepentingan tertentu sehingga adakalanya ideologi harus diposisikan dan dibaca seperti cerita-cerita dongeng atau kebohongan (fairytales). Ilmu pengetahuan merupakan pilar utama yang berupaya mengembangkan kebebasan intelektual sesesorang dari pemikiran yang terlampau kaku dan kuno. Namun menjadi konyol ketika salah satu diantara produk ilmu pengetahuan tersebut menjadi kebenaran mutlak dan tunggal yang mengeliminasi produk-produk pemikiran lain yang tidak berkuasa atau diyakini pada umumnya (mainstream). Pada akhirnya Feyerabend berkesimpulan bahwa setiap ideologi yang berkuasa dan kemudian mempengaruhi “kebenaran” pada satu masyarakat atau komunitas tertentu tanpa check dan balances adalah sebuah tiran yang harus digulingkan. Puncak pemikiran Paul Karl Feyerabend tertuang dalam Against Method yang terbit pada tahun 1970, sebuah karya panjang yang pada tahun 1975 diolah lagi menjadi sebuah buku dengan judul yang sama. Terbitnya buku tersebut meraih antusiasme publik dengan adanya berbagai kontroversi, diskusi dan kritik dari para tokoh filsafat dan para ilmuan secara luas. Di dalamnya banyak dijelaskan bahwa antara sejarah ilmu pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan mempunyai keterkaitan timbal balik. Dijelaskan juga bahwa para ilmuan tidak bisa melepaskan diri dari latar belakang historis bagi hukum-hukum, hasil-hasil eksperimen, teknik-teknik matematis, parasangka-prasangka epistemologis dan sikap-sikap mereka terhadap akibat-akibat aneh dari teori-teori diterimanya. Selain itu, dalam Against Method diungkapkan juga upaya membuka berbagai model alternatif demi pembaharuan suatu ilmu. B. Pengertian Anarkisme Epistimologi Anarkisme Epistimologi adalah teori epistemologis yang dikemukakan oleh filsuf Austria Paul Feyerabend ilmu yang menyatakan bahwa tidak ada aturan metodologis berguna dan pengecualian bebas mengatur kemajuan ilmu pengetahuan atau perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini berpendapat bahwa gagasan bahwa ilmu pengetahuan dapat atau harus beroperasi menurut aturan universal dan tetap tidak realistis, merusak dan merugikan ilmu pengetahuan itu sendiri. Anarkisme adalah ajaran yang menganjurkan dihapuskannya penguasaan politik dalam masyarakat. Negara dalam pendapat ini adalah musuh terbesar manusia, sehingga jika di singkirkan akan dapat menghilangkan kejahatan-kejahatan yang ada dalam kehidupan manusia. Jelasnya, anarkisme memimpikan kehidupan yang bersahaja dengan menekuni kegiatan sederhana dan mengisinya dengan kesenangan yang wajar. Dalam bidang ilmu pengetahuan, anarkisme diartikan sebagai “anarchy epistemological” (kesewenang-wenangan epistemologis) yang digunakan dan dipopulerkan oleh Paul Karl Feyerabend. Menurutnya, tidak ada ukuran-ukuran yang tetap untuk memisahkan atau membedakan antara sampah dengan teori yang dapat diamati. Term anarkisme dalam hal ini adalah anarkisme epistemologis yang dipertentangkan dengan anarkisme politis atau religius. Jika anarkisme politis anti terhadap kemapaan (kekuasaan, negara, institusi-institusi dan ideologi-ideologi yang menopangnya), maka anarkisme epistemologis justru tidak selalu memiliki loyalitas ataupun perlawanan yang jelas terhadap semua sistem dan struktur elit tersebut. Dalam wilayah epistemologi, anarkisme berusaha mempertahankan sekaligus menentang kemapanan. Hal itu dilakukan untuk memberikan kebebasan bagi perkembangan metode-metode alternatif. Anarkisme tersebut terkadang diartikan sebagai kesewenang-wenangan epistemologi, karena tidak adanya ukuran atau aturan yang pasti untuk menentukan antara yang ilmiah dan non ilmiah. Dalam posisi seperti itu, anarkisme juga tidak bisa disebut skeptisisme. Jika skeptisisme berpendapat bahwa suatu pandangan bisa benar dan bisa salah atau bahkan bisa juga tidak ada penilaian berarti baginya, maka tidak demikian dengan halnya dengan anarkisme epistemologis. Dalam perspektif ini, ilmu pengetahuan secara hakiki merupakan usaha yang anarkistik mutlak. Sejarah ilmu pengetahuan tidak hanya berisi fakta-fakta dan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari fakta-fakta tersebut, akan tetapi juga berisi ide-ide, interpretasi terhadap fakta-fakta, masalah-masalah yang timbul dari kesalahan interpretasi, interpretasi yang bertentangan dan sebagainya. Sementara pada umumnya para ilmuan hanya meninjau fakta ilmu pengetahuah hanya dari dimensi ide, sehingga wajar jika sejarah dan ide-ide ilmu pengetahuan yang berkembang menjadi pelik, rancu dan penuh dengan kesalahan seperti pemikiran dari para penemunya. BAB III PENUTUP • Kesimpulan  • • Kesimpulan a) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan dalam Belajar Faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam belajar ada 2 macam, yaitu :  Faktor Intern Belajar  Kematangan,  Kecerdasan,  Motivasi dan  Minat  Faktor Ekstern  Lingkungan  Guru  Sarana dan Prasarana b) Cara untuk mengatasi kesulitan dalam belajar :  Observasi Kelas  Pemeriksaan Alat Indera  Teknik Main Peran  Tes Diagnostik Kecakapan/Tes IQ/Psikotes  Menyusun Program Perbaikan DAFTAR PUSTAKA • http://kbi.gemari.or.id/beritadetail.php?id=3964 • http://pgribanjarsari.wordpress.com/2010/01/10/52/ • http://pejuangcinta-ganis.blogspot.com/2010/06/faktor-yang-mempengaruhi-kesulitan.html

Tidak ada komentar: